Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

'>

Iklan

Indeks Berita

LSM MATA Lampung Desak Penegakan Hukum atas Dugaan Penyimpangan Dana Desa Tiyuh Panaragan Tubaba

Kamis, 17 Juli 2025 | 17:55 WIB | 017 Views Last Updated 2025-07-17T10:55:04Z

Kantor Tiyuh Panaragan, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat

SeputarDesa.com, Tulang Bawang Barat Pengelolaan Dana Desa (DD) di Tiyuh Panaragan, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba), Provinsi Lampung, kembali menjadi sorotan publik. Lembaga Swadaya Masyarakat Masyarakat Transparansi Lampung (MATA Lampung) mengungkap adanya dugaan kejanggalan serius dalam penggunaan anggaran Dana Desa Tahun Anggaran 2024 yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah.


Ketua MATA Lampung, Fikri Azis, SH, menyatakan pihaknya telah menghimpun berbagai bukti permulaan dari dokumen laporan keuangan desa, hasil penelusuran lapangan, serta pengaduan warga masyarakat setempat. Berdasarkan temuan awal tersebut, pihaknya menilai ada sejumlah kegiatan yang patut diduga tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait Dana Desa.


“Petunjuk awal sudah kami kantongi. Mulai dari dokumen anggaran, dokumentasi kegiatan, hingga laporan masyarakat. Dalam waktu dekat kami akan menyampaikan laporan resmi kepada Aparat Penegak Hukum (APH) serta Inspektorat Kabupaten Tubaba,” ujar Fikri kepada wartawan, Kamis (17/7/2025).



 

Temuan Dugaan Kejanggalan


Menurut Fikri, terdapat beberapa pos anggaran dalam dokumen penggunaan Dana Desa Tiyuh Panaragan yang dianggap tidak wajar atau tidak sesuai dengan prioritas yang ditetapkan pemerintah pusat. Total nilai dugaan penyimpangan mencapai lebih dari Rp 200 juta. Rinciannya antara lain:

  1. Pelayanan Administrasi Umum dan Kependudukan (surat pengantar, pelayanan KTP, akta kelahiran, KK, dll):
    ➤ Rp 4.500.000

  2. Penyediaan Operasional BPD (rapat, ATK, konsumsi, pakaian seragam, perjalanan dinas, listrik, dll):
    ➤ Rp 7.430.000

  3. Penyediaan Sarana Aset Tetap Perkantoran Pemerintahan:
    ➤ Rp 27.500.000 + Rp 14.400.000 + Rp 18.000.000
    ➤ Total: Rp 59.900.000

  4. Penyusunan Laporan dan Dokumen Perencanaan Desa (RPJMDes, RKPDes, Laporan Akhir Tahun, dan informasi publik):
    ➤ Rp 9.500.000

  5. Dukungan Pelaksanaan dan Sosialisasi Pilkades dan Pemilihan BPD:
    ➤ Rp 10.000.000

  6. Operasional Pemerintah Desa (ATK, honorarium perangkat, atribut, listrik, dll):
    ➤ Rp 118.628.000


“Kami menemukan indikasi bahwa sejumlah anggaran difokuskan ke belanja-belanja rutin yang minim dampak langsung ke masyarakat. Hal ini berpotensi bertentangan dengan semangat penggunaan Dana Desa sebagaimana diatur dalam regulasi,” tegas Fikri.

 

Regulasi yang Mengikat: Ada Aturan Jelas yang Dilanggar


Penggunaan Dana Desa tidak boleh sembarangan. Pemerintah Pusat melalui Kementerian Desa dan Kementerian Keuangan telah mengatur secara ketat skema, alokasi, hingga prioritas penggunaannya. Dua regulasi utama yang menjadi rujukan dalam kasus ini adalah:

  1. Permendesa PDTT Nomor 7 Tahun 2023
    ➤ Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2024
    ➤ Menekankan program padat karya, ketahanan pangan, pengentasan kemiskinan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

  2. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 Tahun 2023
    ➤ Mengatur alokasi, penyaluran, dan penggunaan Dana Desa, termasuk larangan belanja yang tidak produktif dan tidak bersifat pemberdayaan.


Berdasarkan analisa MATA Lampung, sejumlah item penganggaran justru mengarah pada belanja rutin aparatur, bukan kegiatan yang memberi manfaat langsung bagi masyarakat seperti pembangunan infrastruktur dasar, bantuan ekonomi produktif, atau peningkatan kapasitas warga.


Desakan Transparansi dan Akuntabilitas


Fikri menyebut, selain kepada APH dan Inspektorat, laporan MATA Lampung juga akan disampaikan ke Ombudsman RI Perwakilan Lampung dan Dinas PMD Provinsi. Hal ini dimaksudkan agar pengawasan tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga mengedepankan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih dan berkeadilan.


“Kami ingin praktik seperti ini tidak terjadi di desa-desa lain. Dana Desa adalah instrumen penting negara untuk membangun dari bawah. Kalau disalahgunakan, yang dirugikan adalah masyarakat kecil,” tambahnya.

 

Meski demikian, Fikri menegaskan bahwa pihaknya tetap menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. Langkah pelaporan yang diambil semata-mata untuk mendorong proses hukum berjalan transparan dan sesuai prosedur.


Tuntutan Publik: Audit Independen dan Sanksi Tegas


MATA Lampung juga mendesak agar dilakukan audit keuangan secara independen terhadap realisasi Dana Desa di Tiyuh Panaragan oleh pihak eksternal, bukan hanya Inspektorat internal kabupaten. Mereka juga meminta agar pemerintah kabupaten bersikap tegas jika terbukti ada penyimpangan, termasuk menjatuhkan sanksi administrasi maupun hukum kepada pihak yang terlibat.


Kasus ini menambah daftar panjang pengelolaan Dana Desa yang disorot masyarakat sipil. Dengan alokasi triliunan rupiah setiap tahun, Dana Desa seharusnya menjadi alat percepatan pembangunan dan kesejahteraan warga. Bukan malah menjadi lahan korupsi berjamaah yang berlindung di balik birokrasi desa.



Reporter: Tim SeputarDesa
Editor: M. Irwani Nasirul Umam

TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN