AKANKAH TARING KEKUASAAN GUBERNUR LAMPUNG MENGATASI
HARGA SINGKONG
Oleh : Junaidi Farhan
Ketua Umum Forum Membangun Desa
Polemik harga ubi kayu (singkong) di Lampung tak kunjung terselesaikan, terakhir melalui Instruksi Gubernur Lampung Nomor 2 Tahun 2025 Tentang Penetapan Harga Ubi Kayu Di Lampung Tanggal 5 Mei 2025 ditengah kembalinya Masyarakat Petani Singkong dan Mahasiswa Menggelar Aksi Demo di Kantor Gubernur Lampung yang sempat diwarnai insiden kericuhan hingga pihak keamanan sempat menyemprotkan water Cannon kepada para demonstran.
Dalam Instruksi Gubernur Lampung tersebut menetapkan harga ubi kayu petani yang dibeli oleh industri sebesar Rp. 1.350/Kg. Potongan rafaksi maksimal 30%, tidak mengukur kadar pati. Akankah Instruksi tersebut dapat menjadi Taring Kekuasaan Gubernur Lampung mengatasi harga ubi kayu di Lampung? Atau akan tumpul seperti kebijakan pemerintah sebelumnya tak berdaya menghadapi mainan para pengusaha pabrik industri tapioka di Lampung.
Hal tersebut tidaklah berlebihan pasalnya gonjang ganjing soal harga ubi kayu (singkong) di Lampung telah banyak menguras keringat perjuangan petani sejak Desember 2024 lalu.
Perjuangan Masyarakat Petani tersebut bermula saat puluhan petani singkong melakukan aksi damai di perusahaan PT. Bumi Waras (BW) di desa Penumangan, Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat pada 9 Desember 2024.
Kala itu masyarakat menuntut perusahaan (BW) terkait rendahnya harga beli ubi kayu (singkong) yang anjlok hingga Rp. 970/ kg dengan potongan 16%. Gejolak tuntutan kenaikan harga ubi kayu menjalar ke Kabupaten lain di Lampung, masyarakat petani singkong terus perjuangan dengan menggelar aksi demo dengan massa yang semakin besar.
Upaya - upaya pemerintah memfasilitasi pun telah dilakukan guna membantu para petani singkong. Pada 23 Desember 2024 ditanda tangani Surat Kesepakatan Bersama (SKB) antara perwakilan petani singkong dengan beberapa perusahaan industri tapioka yang ada di Lampung yang menghasilkan dua keputusan penting antara lain :
1. Pj. Gubernur Lampung melarang impor tapioka masuk ke Lampung
2. Pengusaha industri tapioka dan perwakilan petani menyepakati harga pembelian ubi kayu minimal sebesar Rp. 1.400/kg dan rafaksi maksimal 15% dengan minimal umur panen 9 bulan.
Tetapi dengan SKB tersebut perusahaan pabrik tapioka mengangkanginya dengan menutup operasional pabrik dan tidak membeli ubi kaya dari masyarakat petani, sehingga memicu masyarakat petani singkong kembali turun kejalan dan melakukan aksi demo di kantor pemerintah dan DPRD hingga Pj. Gubernur Lampung Samsudin pada tanggal 13 Januari 2025 mengeluarkan Surat Edaran No. 7 Tahun 2015 Tentang Pembinaan Petani dan Monitoring Harga dan Kualitas Ubi Kayu Di Provinsi Lampung. Tetapi lagi - lagi Surat Edaran (SE) Gubernur tersebut tak dipatuhi pengusaha industri tapioka.
Kisruh harga singkong yang tak berujung di Lampung tersebut memaksa Menteri Pertanian Amran Sulaiman turun gunung mencoba memfasilitasi menyelesaikan masalah hancurnya harga ubi kayu yang membuat petani singkong semakin terjepit dalam penderitaan karena ulah permainan para pengusaha pabrik tapioka.
Sehingga pada Tanggal 31 Januari 2025 Menteri Pertanian mengeluarkan keputusan soal harga singkong di Lampung dengan poin-poin kesepakatan hasil rapat antara perusahaan dan petani singkong bersama Menteri Pertanian :
- Harga ubi kayu petani yang dibeli oleh industri sebesar Rp1.350 per Kg dengan rafaksi maksimal 15 persen
- Tepung tapioka dan tepung jagung akan diatur tata niaganya sebagai komoditas Lartas (Dilarang dan Dibatasi). Importasi dapat dilakukan apabila bahan baku dalam negeri tidak mencukupi atau telah habis diserap seluruhnya oleh industri.
- Kesepakatan mulai berlaku mulai 31 Januari 2025 dan untuk dilaksanakan bersama.
Keputusan tersebut tertuang dalam Surat Direktur Jenderal Tanaman Pangan Nomor B-0310/TP.200/C/01/2025 Perihal Harga Ubi Kayu di Provinsi Lampung.