![]() |
Foto : Ilustrasi |
SeputarDesa.COM, LUMAJANG - Hingga hari ini, strategi politik pengalihan isu masih menjadi taktik yang ampuh dan kerap digunakan untuk meredam sorotan publik terhadap persoalan-persoalan besar bangsa. Ketika pemerintah atau elite politik menghadapi tekanan akibat kebijakan kontroversial, krisis ekonomi, atau konflik internal, tiba-tiba muncul isu baru yang menyita perhatian publik. Pola ini bukan hal baru, namun tetap efektif, sebab sebagian besar masyarakat belum memiliki daya kritis yang kuat untuk memilah mana yang substansial dan mana yang distraktif.
Fenomena ini memperlihatkan bagaimana kekuatan narasi dan media dapat dikendalikan untuk menggeser fokus publik. Isu-isu sensasional, viral, atau bernuansa identitas sering dimunculkan secara masif, sementara persoalan-persoalan mendasar seperti kemiskinan, ketimpangan sosial, atau penyalahgunaan kekuasaan dikesampingkan dari ruang diskusi utama. Dalam kondisi ini, masyarakat cenderung terjebak dalam wacana permukaan dan kehilangan arah terhadap persoalan inti yang sebenarnya berdampak langsung pada kehidupan mereka.
Strategi pengalihan isu akan terus digunakan selama masyarakat masih reaktif dan tidak kritis. Oleh karena itu, tantangan utama bangsa hari ini bukan hanya soal ketimpangan kebijakan, tapi juga rendahnya literasi politik publik. Rakyat Indonesia perlu menyadari bahwa tanggung jawab berbangsa tidak hanya dibebankan kepada pemimpin atau pejabat negara, melainkan juga berada di tangan seluruh warga negara.
Kesadaran ini menuntut rakyat untuk lebih cerdas dan tidak mudah terbawa arus informasi yang tidak berdasar. Kemajuan teknologi informasi seharusnya menjadi alat pembebasan, bukan alat pembodohan. Masyarakat harus mampu memanfaatkan sumber informasi yang kredibel, berpikir kritis, dan tidak langsung mempercayai narasi yang beredar tanpa verifikasi. Dalam era banjir informasi, ketelitian dan ketajaman analisis menjadi kebutuhan mendesak.
Lebih dari itu, rakyat Indonesia perlu menumbuhkan kembali rasa memiliki terhadap bangsa ini. Indonesia bukan hanya milik segelintir elite politik atau kelompok tertentu, tetapi milik seluruh anak bangsa. Rasa memiliki itu akan menumbuhkan kepedulian dan kepekaan terhadap masalah-masalah publik. Saat rakyat peduli, mereka akan lebih peka terhadap manipulasi isu dan tidak akan mudah dialihkan dari persoalan-persoalan besar yang mempengaruhi masa depan bangsa.
Kepedulian terhadap bangsa tidak harus dimulai dengan tindakan besar. Langkah kecil seperti aktif mengikuti informasi politik, berdiskusi sehat, atau berpartisipasi dalam kebijakan publik adalah bentuk kontribusi nyata. Ketika masyarakat mulai menyadari perannya sebagai pemilik sah republik ini, maka kekuatan rakyat akan menjadi kontrol yang efektif terhadap segala bentuk manipulasi.
Di tengah situasi politik yang dinamis, harapan akan perubahan harus tetap dijaga. Rakyat Indonesia harus menyadari bahwa masa depan bangsa sangat ditentukan oleh sejauh mana mereka peduli, cerdas, dan berani bersuara. Dengan kesadaran kolektif dan rasa memiliki terhadap ibu pertiwi, strategi pengalihan isu tidak lagi akan efektif, dan politik akan kembali pada tujuan utamanya: menyejahterakan rakyat. [Hadi]