Budi Asmoro, Ketua Kopdes Merah Putih Gempolsewu
SeputarDesa.com, Kendal – Gagasan besar tanpa dukungan nyata hanya akan menjadi ilusi. Itulah yang kini dirasakan Pengurus Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes Merah Putih) di Desa Gempolsewu, Kecamatan Rowosari, Kabupaten Kendal. Di balik gemerlap narasi pemberdayaan ekonomi desa, realitas di lapangan menunjukkan ironi, koperasi yang digadang-gadang sebagai pilar ekonomi rakyat ini justru terbengkalai karena ketiadaan anggaran operasional dari pemerintah.
Hingga hari ini, tidak ada sepeser pun dana dari pemerintah desa, kabupaten, atau pusat yang dialokasikan untuk mendukung jalannya organisasi. Sementara pengurus dipaksa "berjuang sendiri" dengan cara yang nyaris nekat menggelontorkan uang pribadi untuk menutup biaya administrasi dan legalitas koperasi.
“Fotokopi, stempel, materai, sampai buka rekening koperasi, semua dari kantong kami. Termasuk bensin untuk urus ini-itu ke Kendal dan Semarang, ya pakai uang pribadi,” tegas Budi Asmoro, Ketua Kopdes Merah Putih Gempolsewu.
Janji bahwa pengeluaran bisa diganti asal ada kuitansi hanyalah harapan kosong. Tanpa modal awal dan tanpa petunjuk teknis, pengurus terjebak dalam pusaran kebijakan yang tidak berpijak pada realitas. Tidak ada pendampingan, tidak ada pelatihan, tidak ada koordinasi yang layak. Bahkan Kepala Desa sendiri dinilai bersikap setengah hati terhadap koperasi ini.
“Program ini seharusnya jadi lokomotif ekonomi desa. Tapi malah seperti anak tiri. Pemerintah desa kami seperti tak peduli,” kata Budi, menahan kecewa.
Satu-satunya ‘bantuan’ sejauh ini hanyalah fasilitasi biaya notaris dari kerja sama Bank Jateng bukan murni dari pemerintah desa atau kabupaten. Padahal, pengurus koperasi sudah berinisiatif melangkah jauh dengan membangun aplikasi digital koperasi. Aplikasi tersebut mencakup sistem keuangan digital, pendaftaran anggota online, hingga platform e-commerce untuk menjual produk anggota.
“Kami siap ke arah digital, tapi kalau modal dan operasional dasar saja tak ada, ini seperti membangun rumah tanpa pondasi,” ujar Haryanto, Wakil Ketua Kopdes sekaligus pengembang aplikasi.
Sayangnya, pemerintah tampaknya lebih sibuk mengejar angka pembentukan koperasi tanpa memperhatikan keberlanjutan dan dampaknya. Padahal, koperasi ini bukan hanya simbol, tapi harapan nyata warga desa untuk bangkit secara ekonomi.
“Kalau hanya ditarget bentuk koperasi, semua desa bisa. Tapi membangun dan mendampingi koperasi agar tumbuh, itulah tanggung jawab yang benar,” tukas Haryanto.
Pengurus Kopdes Merah Putih mendesak Pemerintah Desa, Pemerintah Kabupaten, dan Kementerian terkait untuk turun tangan secara serius. Bukan hanya dengan surat edaran atau jargon-jargon klise, melainkan dengan pendanaan, pembinaan, dan pendampingan teknis yang nyata dan terukur.
“Jangan jadikan koperasi Merah Putih sebagai proyek simbolik. Kalau tidak serius, lebih baik akui saja: Pemerintah tidak siap memajukan ekonomi desa,” tutup Budi.(**)