SeputarDesa.com, Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih di berbagai wilayah tampaknya lebih mirip lomba kejar target ketimbang sebuah gerakan ekonomi rakyat yang matang. Pemerintah desa dan pihak terkait seperti berlomba mencatatkan angka berapa koperasi terbentuk, berapa pengurus dilantik, berapa proposal diajukan namun nyaris abai terhadap pertanyaan paling fundamental, Apa manfaat nyatanya bagi warga?
Inilah wajah koperasi yang dibentuk dengan semangat kuantitas, bukan kualitas. Koperasi hadir bukan karena kebutuhan riil warga, melainkan karena keharusan administratif. Asal terbentuk, asal ada struktur, asal jalan meski tanpa arah, tanpa program nyata, tanpa dukungan anggaran operasional yang layak.
Alih-alih menjadi tulang punggung ekonomi desa, koperasi malah jadi beban baru. Pengurusnya bekerja tanpa fasilitas, tanpa pelatihan, bahkan sering kali tanpa tahu harus mulai dari mana. Lebih miris lagi, banyak koperasi hanya hidup di atas kertas. Secara legal berdiri, tapi secara fungsional mati suri.
Inilah konsekuensi dari obsesi pada kuantitas pembentukan, masyarakat hanya dijadikan statistik dalam laporan, bukan subjek yang diberdayakan. Koperasi dijadikan proyek pencitraan, bukan instrumen perubahan. Padahal, kualitas jauh lebih penting dari sekadar jumlah. Satu koperasi yang sehat dan aktif lebih berarti daripada sepuluh koperasi yang hanya ada di spanduk peresmian.
Sudah waktunya pemerintah dan semua pemangku kepentingan berhenti membanggakan angka. Fokuslah pada pendampingan, pendidikan koperasi, penguatan kelembagaan, dan pemberian akses modal yang sehat. Jangan biarkan nama “merah putih” disematkan pada koperasi yang bahkan belum mampu berdiri di atas kaki sendiri.
Karena koperasi sejatinya bukan soal berdiri atau terbentuk. Tapi soal hidup, tumbuh, dan menumbuhkan.(**)