![]() |
Mbh wiji menunjukan proyek pavingisasi di Desa Ngadiboyo |
SeputarDesa.com - Nganjuk, Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk mulai membuka kotak pandora dugaan korupsi di Desa Ngadiboyo, Kecamatan Rejoso. Sebanyak sembilan perangkat desa diperiksa atas laporan penyimpangan anggaran pembangunan jalan usaha tani yang menggunakan Dana Desa selama tiga tahun anggaran, dari 2022 hingga 2024.
Pemeriksaan ini menyasar bendahara, sekretaris desa, hingga pelaksana kegiatan yang diduga terlibat dalam manipulasi proyek bernilai ratusan juta rupiah. Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Nganjuk, Yan Aswari, menyebutkan bahwa pihaknya tengah mengumpulkan keterangan dari berbagai pihak.
“Kami masih dalam tahap klarifikasi. Semua pihak terkait, termasuk kepala desa, akan dimintai keterangan secara menyeluruh,” tegas Yan pada Minggu (20/7/2025).
Dugaan penyimpangan mencuat dari laporan masyarakat dan aktivis lokal. Akub Zainal Arifin, aktivis Nganjuk, menyoroti kejanggalan dalam proyek ketahanan pangan yang diklaim menghabiskan anggaran Rp538 juta lebih dalam tiga tahun.
“Ini proyek copy-paste. Setiap tahun, jenis kegiatannya sama, titiknya nyaris sama, dan hasilnya nihil. Kami menduga ada rekayasa SPJ dan indikasi korupsi sistematis,” ujarnya lantang.
Temuan di lapangan menguatkan dugaan itu. Dari tiga titik pembangunan jalan usaha tani yang dianggarkan, satu lokasi tidak dibangun sama sekali. Di lokasi lain, paving yang dipasang rusak dan terkesan asal-asalan.
Mbah Wiji, Warga Lawan Ketimpangan
Wiji, tokoh masyarakat setempat yang dikenal vokal, menyuarakan langsung kekecewaannya kepada aparat. Ia menunjukkan kondisi pavingisasi yang tidak sesuai spesifikasi dan bahkan terkesan proyek “asal jadi”.
"Ini bukan jalan tani, ini jalan tipu-tipu. Banyak paving rusak, banyak yang tidak sesuai. Kami minta aparat penegak hukum turun langsung, jangan hanya di atas kertas," ucap Mbah Wiji dengan nada geram.
Ironisnya, Kepala Desa Ngadiboyo, Aries Tri Rahendra, justru mengakui bahwa seluruh proyek dikerjakan langsung oleh dirinya sendiri, tanpa melibatkan Tim Pelaksana Kegiatan Desa sebagaimana prosedur umumnya.
“TPK hanya tanda tangan SPJ. Semua pekerjaan saya yang atur langsung. Tuduhan itu tidak benar,” dalih Aries dengan santai, saat dikonfirmasi wartawan.
Laporan Jalan di Tempat
Mbah Wiji bahkan harus datang sendiri ke Kantor Inspektorat Kabupaten Nganjuk pada 15 Juli 2025 untuk mempertanyakan kelanjutan laporannya. Namun hingga kini, belum ada perkembangan berarti.
“Saya datang sendiri karena sudah lelah menunggu. Kalau rakyat kecil saja harus terus membuktikan, lalu apa kerja pengawas anggaran?” sindirnya.
Kasus ini menjadi gambaran buram soal lemahnya pengawasan terhadap dana desa, yang seharusnya menjadi harapan bagi pembangunan desa. Ketika kepala desa bertindak seolah sebagai kontraktor tunggal, pengendali proyek, sekaligus pencatat laporan, maka peluang penyelewengan terbuka lebar.
Kini masyarakat menanti keberanian Kejaksaan Negeri Nganjuk untuk membongkar tuntas dugaan korupsi ini. Proyek jalan tani di Ngadiboyo tak hanya soal paving yang hilang, tapi soal akal-akalan dalam memutar uang negara.