Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

'>

Iklan

Catatan Redaksi "Dana Desa Untuk Masyarakat atau Kepala Desa?"

Rabu, 21 Mei 2025 | 20:00 WIB | 017 Views Last Updated 2025-05-28T14:20:30Z

 



Sejak digulirkannya program Dana Desa oleh pemerintah pusat pada tahun 2015, harapan besar bertumpu pada dana ini sebagai penggerak pembangunan di pelosok negeri. Dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ini bertujuan mempercepat pembangunan desa, mengurangi kesenjangan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.


Namun, di tengah berbagai capaian positif yang telah diraih, muncul juga ironi yang menyayat: praktik korupsi dana desa yang melibatkan oknum kepala desa. Hal ini menimbulkan pertanyaan kritis: Apakah Dana Desa benar-benar untuk masyarakat, atau justru menjadi ‘ladang basah’ bagi kepala desa?




Tujuan Mulia Dana Desa


Dana Desa adalah bentuk nyata dari komitmen negara membangun Indonesia dari pinggiran. Setiap desa mendapat kucuran dana yang dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pengembangan ekonomi lokal, pemberdayaan masyarakat, hingga bantuan sosial.


Pada prinsipnya, dana ini harus dikelola secara transparan, partisipatif, dan akuntabel, dengan melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pengawasan. Idealnya, dana desa menjadi instrumen pemerataan pembangunan dan penguatan ekonomi rakyat.



Realitas di Lapangan


Sayangnya, kenyataan di lapangan tidak selalu seindah konsep di atas. Banyak laporan mengungkap penyalahgunaan dana desa oleh oknum kepala desa, aparat desa, bahkan pihak ketiga. Bentuk korupsi yang sering terjadi antara lain:


  • Mark-up anggaran proyek pembangunan.

  • Proyek fiktif.

  • Penggunaan dana untuk kepentingan pribadi.

  • Pemalsuan laporan keuangan.

  • Pengabaian partisipasi masyarakat dalam musyawarah desa.


Data dari berbagai lembaga antikorupsi menunjukkan bahwa sejak 2015, ratusan kepala desa telah diproses hukum karena korupsi dana desa. Fenomena ini memperlihatkan lemahnya pengawasan dan celah besar dalam sistem pelaporan dan transparansi pengelolaan dana publik di tingkat desa.



Mengapa Korupsi Dana Desa Terjadi?


Ada beberapa faktor yang menyebabkan korupsi dana desa marak terjadi:


  1. Kurangnya Kapasitas Aparatur Desa
    Banyak aparat desa yang belum memiliki kemampuan manajerial dan keuangan yang memadai, sehingga mudah tergoda atau terjebak dalam praktik tidak etis.

  2. Minimnya Pengawasan Efektif
    Meskipun ada BPD, pendamping desa, dan inspektorat, pengawasan sering kali bersifat formalitas dan kurang menyentuh substansi.

  3. Budaya Feodal di Tingkat Desa
    Dalam beberapa kasus, kepala desa dipandang sebagai tokoh yang tidak bisa dikritik, sehingga kontrol sosial menjadi lemah.

  4. Lemahnya Literasi Hukum dan Transparansi Publik
    Banyak warga desa belum mengetahui hak-hak mereka dalam proses perencanaan dan penggunaan dana desa. Akibatnya, ruang partisipasi minim dan potensi penyimpangan membesar.





Mengembalikan Dana Desa untuk Masyarakat


Korupsi dana desa bukan hanya merugikan negara, tapi juga merampas hak masyarakat atas pembangunan. Oleh karena itu, langkah-langkah berikut menjadi penting untuk mengembalikan dana desa ke jalurnya:


  • Peningkatan kapasitas aparatur desa melalui pelatihan manajemen dan transparansi keuangan.

  • Partisipasi aktif masyarakat dalam musyawarah desa dan pengawasan penggunaan dana.

  • Penguatan lembaga pengawasan internal dan eksternal, termasuk BPD dan pengawasan berbasis komunitas.

  • Penggunaan teknologi digital untuk transparansi anggaran, seperti website desa atau aplikasi pelaporan online.

  • Penegakan hukum yang tegas dan adil terhadap pelaku korupsi tanpa pandang bulu.


Penutup

Dana Desa seharusnya menjadi sumber harapan, bukan sumber masalah. Ia lahir dari niat baik negara untuk memperbaiki ketimpangan dan memperkuat desa sebagai pilar pembangunan nasional. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, dana ini justru akan menjadi bom waktu yang merusak kepercayaan publik dan masa depan desa itu sendiri.


Maka dari itu, pertanyaan “Dana Desa: Untuk Masyarakat atau Kepala Desa?” bukan hanya retoris, tetapi juga menjadi pengingat bahwa setiap rupiah yang digelontorkan negara harus diawasi bersama—agar manfaatnya kembali kepada yang berhak: rakyat desa.


Jombang, 21 Mei 2025



M Irwani N Umam
Pimred Seputar Desa
TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN
×
Berita Terbaru Update