
![]() |
Ketua DPD ABPEDNAS Badrul Amali saat memimpin audensi di DPMD Prov (Selasa, 9/9) |
SeputarDesa.com, Surabaya – Tepat 26 tahun sejak lahir melalui UU Nomor 22 Tahun 1999, eksistensi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) justru dinilai mandek. Lembaga yang seharusnya menjadi “parlemen desa” itu dianggap belum mampu menjalankan fungsi pengawasan dan representasi masyarakat secara maksimal.
Ketua DPD ABPEDNAS Jawa Timur, Badrul Amali, menyebut kelemahan BPD bukan semata karena kualitas anggotanya, melainkan akibat abainya pemerintah. Minim dukungan anggaran, proses rekrutmen yang kerap menyimpang, hingga lemahnya pembinaan dan pengawasan dari pusat maupun daerah, menjadi faktor utama BPD kehilangan daya.
“Di usia 26 tahun, BPD masih belum berfungsi maksimal. Pemerintah seakan membiarkan lembaga ini berjalan sendiri tanpa arah yang jelas,” tegas Badrul usai audiensi dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Jatim yang dilanjutkan di Gedung Grahadi Surabaya, Selasa (9/9/2025).
Kritik paling tajam diarahkan pada tunjangan kedudukan anggota BPD yang hanya berkisar Rp250 ribu hingga Rp300 ribu per bulan. Nilai ini dinilai tidak manusiawi dan menjadi alasan mengapa BPD gagal menarik figur-figur berkualitas.
![]() |
Foto : Gubernur Jatim Khofifah Indah Parawangsa bersama Pengurus DPD & DPC ABPEDNAS Jawa Timur |
“Dengan tunjangan sekecil itu, jangan heran kalau BPD sulit diperkuat. Kami menuntut kenaikan signifikan: Ketua minimal 50% dari siltap kepala desa, Wakil Ketua 90% dari Ketua, Sekretaris 80%, dan Anggota 70%,” ujar Badrul.
Dalam forum yang dihadiri 112 pengurus ABPEDNAS dari 20 DPC se-Jatim, tuntutan lain turut digemakan. ABPEDNAS mendesak Gubernur Jawa Timur segera menerbitkan Surat Edaran atau Peraturan Gubernur yang mengatur pembinaan, pengawasan, reward and punishment, serta penyediaan kantor yang layak bagi BPD.
Tak hanya itu, hak kesejahteraan tambahan juga diminta: tunjangan kinerja berbasis capaian, THR, tunjangan ke-13, jaminan kesehatan, hingga jaminan hari tua.
“Jika pemerintah terus menutup mata, BPD akan tetap jadi lembaga ompong. Kami mendesak Gubernur untuk bertindak nyata, bukan sekadar janji. BPD harus diberi wibawa agar bisa benar-benar mengawal jalannya pemerintahan desa,” pungkas Badrul.(**)
Editor : Irwani Umam