Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

'>

Iklan

Indeks Berita

Ketika Perbup Hanya Jadi Hiasan Dinding Kantor Desa

Kamis, 24 Juli 2025 | 08:26 WIB | 017 Views Last Updated 2025-07-24T01:29:56Z
Gambar Ilustrasi

 Oleh M Irwani Nasirul Umam
Pimpinan Redaksi SeputarDesa.com

Peraturan Bupati Jombang Nomor 21 Tahun 2019 ditetapkan sejak 16 Mei 2019. Di dalamnya tertuang aturan jelas tentang hari kerja, jam kerja, cuti, hingga pakaian dinas kepala desa dan perangkat desa. Aturan ini bukan sekadar imbauan, melainkan produk hukum resmi yang wajib dipatuhi.


Namun faktanya, hingga hari ini, masih banyak perangkat desa di Jombang yang datang seenaknya ke kantor. Ada yang muncul pukul 10, bahkan jam 11 siang. Apa alasan mereka? Lelah? Tidak sempat? Atau memang merasa tak ada yang akan menindak?


Fenomena ini menampar akal sehat. Bagaimana mungkin pejabat publik yang digaji dari uang rakyat, justru malas melayani rakyat? Ketika aturan dibuat dan disahkan, tapi tidak dijalankan, maka itu sama saja mempermainkan hukum. Lebih dari itu, ini adalah bentuk penghinaan terhadap prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.


Perangkat desa bukan warga biasa. Mereka adalah representasi negara di tingkat paling bawah. Ketika mereka tidak disiplin, maka yang dirugikan bukan hanya sistem, tetapi masyarakat desa yang butuh layanan cepat dan tepat. Bayangkan warga yang datang pagi-pagi hanya untuk mengurus surat, harus menunggu karena perangkat desa baru datang menjelang zuhur. Di mana empati dan tanggung jawab mereka?


Yang lebih miris, pelanggaran ini seolah dianggap hal biasa. Tak ada evaluasi, tak ada peringatan keras, apalagi sanksi tegas. Apakah Perbup ini hanya jadi simbol kosmetik birokrasi? Atau memang tak pernah niat ditegakkan sejak awal?


Jika Perbup hanya dibuat untuk menggugurkan kewajiban administratif, maka sebaiknya dihentikan saja semua pencitraan tentang "reformasi birokrasi". Tidak usah bicara soal pelayanan prima, jika hal sesederhana jam kerja saja tidak bisa ditegakkan.


Sudah saatnya Bupati Jombang, para camat, dan inspektorat turun langsung tanpa kompromi. Ini bukan sekadar soal keterlambatan, tapi soal mental bobrok aparatur desa yang menggerogoti kepercayaan publik. Hukum tanpa penegakan hanyalah lelucon.


Dan kita semua tahu, rakyat Jombang tidak butuh lelucon. Mereka butuh pelayanan.(**)

TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN