Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

'>

Iklan

Indeks Berita

Usul Tegas Inspektorat Jombang, Pemdes Nakal Bakal Dipotong ADD hingga 50 Persen

Selasa, 05 Agustus 2025 | 09:16 WIB | 017 Views Last Updated 2025-08-05T04:41:03Z

 

Inspektur Kabupaten Jombang, Abdul Majid Nindyagung saat dikonfirmasi awak media di kantor Inspektorat Kabupaten Jombang

SeputarDesa.com, Jombang Inspektorat Kabupaten Jombang, Jawa Timur, mengusulkan sanksi tegas terhadap pemerintah desa (Pemdes) yang terbukti bermasalah dalam pengelolaan anggaran. Sanksi tersebut berupa pemotongan Alokasi Dana Desa (ADD) hingga 50 persen untuk termin pencairan berikutnya.


Usulan ini disampaikan langsung oleh Inspektur Jombang, Abdul Majid Nindyagung, sebagai langkah konkret untuk memberikan efek jera terhadap desa-desa yang masih menyimpang dari regulasi pengelolaan dana desa.


“Kami akan usulkan kepada Bapak Bupati agar desa yang terbukti melakukan pelanggaran, seperti pemihakketigaan proyek padat karya, dikenai sanksi pemotongan ADD. Saya usulkan, tahun ini pemotongan dilakukan sebesar 50 persen,” tegas Majid dalam keterangannya.


Ia menegaskan bahwa pemotongan ADD merupakan langkah efektif untuk menertibkan pengelolaan anggaran di tingkat desa, apalagi ADD digunakan untuk membayar penghasilan tetap (siltap) perangkat desa.


“Kalau ADD dipotong, otomatis siltap tak terbagi. Perangkat desa akan menggugat kepala desanya sendiri. Ini akan memaksa kepala desa lebih tertib,” tandasnya.


Inspektorat mencatat, dari hasil pemeriksaan tahun 2024, sebanyak 150 desa dari 302 desa di Jombang ditemukan bermasalah dalam pengelolaan anggaran desa. Temuan mencakup dua aspek utama: administratif, seperti Surat Pertanggungjawaban (SPJ) yang tidak sesuai, dan temuan fisik berupa proyek yang belum dikerjakan atau kekurangan volume.


“Ada bangunan yang volumenya kurang, ada yang belum dikerjakan, dan ada SPJ yang keliru. Karena sifat kami pembinaan, maka kami minta temuan itu dikembalikan ke kas desa atau dilakukan perbaikan,” jelas Majid.

 

Meskipun desa-desa yang bermasalah tidak disebutkan secara spesifik, Inspektorat mengklaim bahwa seluruh temuan tahun 2024 telah ditindaklanjuti oleh pemerintah desa yang bersangkutan. Namun, Majid mengingatkan bahwa bila tidak ada tindak lanjut, pihaknya bisa melimpahkan temuan tersebut ke aparat penegak hukum (APH).


Salah satu sorotan utama Inspektorat adalah masih ditemukannya praktik pemihakketigaan proyek padat karya. Padahal, proyek-proyek ringan seperti pembangunan talud, saluran air, atau pavingisasi, semestinya dikerjakan secara swakelola oleh warga desa sebagai bentuk pemberdayaan ekonomi lokal.


“Kalau proyek ringan masih juga dipihakketigakan, ini jadi persoalan serius. Gotong royong itu prinsip desa, bukan malah dijadikan lahan dagang,” kritik Majid.


Ia menekankan pentingnya regulasi yang memaksa desa tertib administrasi. Salah satu contohnya adalah kewajiban menyusun APBDes sebagai syarat pencairan ADD, yang kini mulai dipatuhi oleh seluruh desa.


Sebagai bentuk pencegahan dini terhadap korupsi, Inspektorat Jombang telah menjalin kerja sama dengan aparat penegak hukum melalui nota kesepahaman (MoU). Dengan mekanisme ini, jika ada kerugian negara yang tidak ditindaklanjuti desa, kasusnya bisa langsung diproses hukum.


“Kami dan APH sudah punya kesepakatan. Jika ada desa bandel yang tidak kembalikan uang negara, bisa langsung kami limpahkan,” tutup Majid.

 

Langkah tegas ini menjadi sinyal bahwa Pemkab Jombang tak lagi mentoleransi kesalahan yang berulang dalam pengelolaan dana desa. ADD bukan sekadar anggaran, tapi amanah rakyat yang harus dikelola secara jujur dan transparan.(**)


TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN