Oleh: Irwan Alimuddin Batubara
Koperasi Desa Merah Putih adalah peluang emas. Tapi seperti api unggun, kalau tidak dijaga, ia bisa padam.
Ketika bantuan habis dan sorotan media pindah ke tempat lain, yang tersisa hanyalah kita, warga masyarakat, pengurus koperasi, dan mereka yang masih percaya bahwa gotong royong bisa menjadi jalan kemandirian ekonomi.
Dan kalau kita masih menjaga semangat itu, saya yakin: koperasi akan tetap menyala. Dengan atau tanpa proyek dari pemerintah.
Banyak orang senang dengan program yang besar. Apalagi jika didukung anggaran negara, media ramai memberitakan, dan pejabat bergantian datang meresmikan. Tapi pertanyaannya sederhana dan penting: bagaimana nasib koperasi desa setelah gemuruh program nasional mereda?
Pengalaman masa lalu mengajarkan satu hal: tidak semua yang dimodali pemerintah akan berhasil.
Dahulu, kita punya KUD (Koperasi Unit Desa). Tapi apa yang terjadi? Banyak KUD akhirnya bubar karena terlalu bergantung pada bantuan luar. Ketika subsidi pupuk dicabut, ketika proyek pengadaan berakhir, KUD tidak lagi mandiri.
Mandiri bukan berarti harus lepas sepenuhnya dari pemerintah. Tapi koperasi harus:
* Memiliki usaha yang menghasilkan laba
* Memiliki pengurus dan anggota yang aktif dan loyal
* Bisa membuat laporan keuangan dan mengelola aset sendiri
* Mampu mengambil keputusan strategis tanpa harus menunggu proyek
Dengan demikian Koperasi Desa Merah Putih harusnya mewaspadai beberapa ketergantungan, yakni:
1. Ketergantungan Dana Hibah
Banyak koperasi hanya bergerak kalau ada bantuan dana. Begitu dana berhenti, koperasi ikut mati.
2. Ketergantungan Pendampingan
Sebagian koperasi hanya aktif kalau ada pendamping. Padahal, pendamping itu hanya sementara. Koperasi harus bisa jalan sendiri.
3. Ketergantungan Kepala Desa atau Tokoh Tertentu
Jika koperasi hanya hidup karena satu tokoh, maka ketika tokoh itu pensiun, koperasi ikut redup. Ini tanda bahwa sistem belum kuat.
Koperasi yang kuat bukan karena siapa pengurusnya, tapi karena sistemnya jelas. Ada Standar Opetasinal Prosedur, ada kaderisasi, ada laporan keuangan, ada mekanisme pengambilan keputusan.
Koperasi yang bertahan lama, karena mereka punya budaya musyawarah yang hidup dan terus mengadakan Rapat Anggota Tahunan, mereka patuh pada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), meski tidak dapat bantuan sekalipun.
Untuk memastikan Koperasi Desa Merah Putih tetap hidup setelah bantuan tidak ada lagi, diharapkan koperasi desa:
1. Komitmen anggota dalam menyimpan secara bersama
Simpanan pokok, wajib, dan sukarela adalah tulang punggung kekuatan koperasi dari dalam. Bukan sekadar kewajiban, tapi bentuk nyata dari semangat gotong royong ekonomi warga desa.
2. Fokus pada jenis usaha yang benar-benar dibutuhkan warga
Jangan asal buka usaha karena sedang tren. Lihat potensi desa dan kebutuhan pasar lokal.
3. Libatkan anak muda sejak awal
Jangan tunggu mereka jadi pengurus tua. Berikan mereka ruang sejak sekarang.
4. Bangun sistem pencatatan keuangan yang sederhana tapi rapi
Bisa pakai buku tulis, Excel, atau aplikasi. Yang penting transparan.
5. Terapkan sistem insentif bagi pengurus aktif
Koperasi tidak boleh membayar gaji besar, tapi juga jangan berharap orang kerja ikhlas terus.
Koperasi Desa Merah Putih memiliki potensi besar untuk memajukan desa. Namun tanpa harus mengharapkan bantuan pemerintah secara terus menerus. Program ini bisa menjadi bumerang, bahkan memperburuk ekonomi desa yang seharusnya diberdayakan. Jangan sampai koperasi kembali hanya menjadi proyek atas nama rakyat yang gagal seperti masa lalu. Karena koperasi bukan soal lembaga, tapi soal semangat bersama membangun masa depan desa.
Warga desa, perangkat, dan pengambil kebijakan perlu memastikan bahwa koperasi yang lahir adalah koperasi sejati: tumbuh dari bawah, dikelola secara profesional, terbuka, dan benar-benar bermanfaat untuk masyarakat luas.(*****)
Editor: M Irwani NU