
Foto : Kasi Pengendalian Penanganan Sengketa Konflik BPN Lumajang. |
SEPUTAR DESA.COM, LUMAJANG – Setelah penggeledahan yang dilakukan Kejaksaan Negeri Lumajang terkait dugaan pengalihan fungsi lahan sungai menjadi tanah kavling, Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Cabang Lumajang akhirnya memberikan penjelasan. Pihak BPN menegaskan bahwa penerbitan tiga sertifikat tanah yang menjadi sorotan telah dilakukan melalui prosedur yang sah, berdasarkan akta jual beli dan dokumen letter C yang menunjukkan status tanah tersebut sebagai bekas tanah adat, bukan lahan Sungai Asem.
Sebelumnya, pada Jumat (1/8/2025), tim Kejaksaan Negeri Lumajang melakukan penggeledahan di kantor BPN Lumajang. Langkah tersebut merupakan bagian dari penyelidikan dugaan tindak pidana terkait alih fungsi lahan Sungai Asem seluas 9.600 meter persegi di Desa Sumberejo, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Lumajang, yang kini telah berubah menjadi kawasan tanah kavling.
Penggeledahan dilakukan karena adanya dugaan penerbitan tiga sertifikat tanah di area yang dianggap masuk wilayah lahan sungai. Setelah sempat bungkam, pihak BPN menyatakan bahwa proses penerbitan sertifikat tersebut dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku.
“Dasar penerbitan sertifikat adalah akta jual beli dan letter C, yang menunjukkan tanah itu merupakan bekas milik adat, bukan lahan sungai,” ujar pihak BPN dalam keterangannya. Mereka juga membantah pernyataan kejaksaan yang menyebut kawasan tersebut berstatus sebagai aliran Sungai Asem.
Foto : Area Lahan Yang Diduga Area Sungai Asem. |
Menurut penjelasan BPN, tanah kavling tersebut awalnya berada di persil 69 dengan luas total 2.990 meter persegi dan telah memiliki pemilik sah, bahkan terdapat bangunan hunian. Namun, sejarah mencatat bahwa sebagian tanah itu sempat terdampak banjir hingga tergerus dan menjadi aliran sungai.
Ketika pengajuan sertifikat pada 2021, kondisi lahan telah kembali menjadi daratan. BPN merujuk pada Perda Nomor 4 Tahun 2013 yang mengklasifikasikan wilayah tersebut sebagai kawasan pertanian non-irigasi, serta Perda Nomor 4 Tahun 2023 yang menetapkannya sebagai kawasan perumahan.
Kepala Seksi Pengendalian Penanganan Sengketa dan Konflik BPN Lumajang, Tatang Hariadi, menjelaskan lebih rinci. “Sertifikat yang diambil itu asalnya dari akta jual beli dan letter C yang menunjukkan tanah hak yasan atau bekas milik adat. Awalnya berada di persil 69, lalu terbit tiga sertifikat dengan luas masing-masing sekitar 84, 84, dan 100 sekian meter persegi. Jadi berbeda dengan 9.600 meter persegi yang dimaksud kejaksaan,” ungkap Tatang.
Ia menambahkan, perbedaan luasan tersebut menunjukkan bahwa sertifikat yang diterbitkan tidak mencakup seluruh area yang disebut sebagai lahan bekas Sungai Asem. “Data kami jelas, prosesnya pun mengacu pada ketentuan fisik dan yuridis,” imbuhnya.
BPN juga menegaskan, tanah kavling lainnya seperti Kavling Bumirejo Mandiri dapat memperoleh sertifikat tanah apabila memenuhi persyaratan fisik dan yuridis sesuai ketentuan hukum pertanahan. Mereka menekankan bahwa seluruh proses sertifikasi harus melalui verifikasi lapangan dan telaah dokumen sebelum diterbitkan. [HADI]