Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

'>

Iklan

Indeks Berita

Jaga dan Jaga Desa, solusi kebuntuan akses informasi dan pengaduan dalam tata kelola pemerintahan dan pembangunan

Senin, 30 Juni 2025 | 13:53 WIB | 017 Views Last Updated 2025-06-30T07:00:50Z

 


Oleh: Muhamad Heru Priono
Divisi Informasi dan Komunikasi 
Dewan Pimpinan Pusat Forum Membangun Desa


Selama bertahun-tahun, slogan pemerintahan yang bersih dan transparan terus digaungkan dari pusat hingga daerah. Namun kenyataan di lapangan, terutama di tingkat desa, masih jauh dari harapan. Banyak desa yang belum memiliki budaya tata kelola terbuka, minim pengawasan, dan partisipasi masyarakat yang nyaris tak terdengar.


Padahal, desa bukan sekadar perpanjangan tangan dari pemerintahan pusat. Ia adalah fondasi negara. Jika desa dikelola dengan buruk, maka rapuh pula bangunan negara secara keseluruhan. Sebaliknya, desa yang transparan, akuntabel, dan partisipatif akan menjadi kekuatan besar dalam menopang kemajuan nasional.


Sayangnya, praktik tata kelola di desa masih menghadapi tantangan mendasar. Banyak aparatur desa yang belum memahami pentingnya akuntabilitas. Kontrol internal lemah. Budaya kerja masih tertutup. Dan masyarakat masih merasa tidak punya hak apapun untuk bertanya, apalagi mengawasi.


Namun harapan mulai terlihat. Pemerintah Presiden Prabowo menunjukkan komitmen memperbaiki kondisi ini. Inisiatif seperti peluncuran aplikasi Jaga oleh KPK dan Jaga Desa oleh Kejaksaan Agung menjadi langkah strategis untuk membuka ruang partisipasi masyarakat dalam pengawasan desa.


Melalui dua platform ini, masyarakat tak lagi hanya menjadi penonton. Mereka bisa:

  • Mengakses data anggaran dan kegiatan desa.

  • Melaporkan dugaan penyimpangan secara langsung.

  • Memberikan masukan atau pertanyaan kepada pemerintah desa.

  • Mengikuti dinamika pembangunan di wilayahnya.


Ini bukan sekadar soal aplikasi digital. Ini adalah perubahan paradigma. Dari birokrasi yang tertutup menjadi pemerintahan yang diawasi publik. Dari warga yang diam menjadi warga yang aktif. Dari "asal bapak senang" menjadi "asal rakyat tahu dan terlibat."


Namun, aplikasi bukan obat mujarab. Tanpa kesadaran masyarakat untuk menggunakan dan tanpa keberanian untuk bersuara, semuanya hanya akan jadi simbol. Oleh karena itu, dibutuhkan gerakan bersama: edukasi warga, pelatihan perangkat desa, dan dorongan dari tokoh masyarakat agar budaya transparansi dan akuntabilitas benar-benar mengakar.


Kini tak ada alasan lagi untuk bersikap pasif. Setiap warga memiliki alat di genggaman untuk mengetahui, mengawasi, dan mengadukan. Pemerintah pun harus menyadari: kepercayaan publik bukan sesuatu yang diminta, melainkan dibangun melalui keterbukaan dan tanggung jawab.


Desa yang terbuka akan melahirkan masyarakat yang percaya. Dan dari desa-desa yang kuat, negara ini akan berdiri lebih kokoh.



Editor : M Irwani N Umam

TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN