![]() |
Foto : Ilustrasi |
Penerapan sistem transaksi non-tunai dalam pengelolaan keuangan desa merupakan langkah strategis pemerintah dalam membangun tata kelola yang lebih transparan dan akuntabel. Dengan mekanisme digital, setiap pengeluaran desa tercatat secara otomatis, meminimalkan peluang praktik manipulatif yang sebelumnya marak terjadi dalam sistem kas manual.
Namun ironisnya, kemajuan teknologi ini belum sepenuhnya membendung praktik "titip anggaran siluman" yang justru semakin canggih menyusup lewat pintu rekanan. Banyak kasus menunjukkan bahwa meskipun anggaran desa ditransaksikan secara non-tunai, alokasi dana untuk proyek tertentu sering kali sudah “dipesan” oleh pihak-pihak yang punya kepentingan—baik dari lingkar dalam pemerintah desa sendiri maupun pihak eksternal seperti pendamping, oknum legislatif, atau bahkan kontraktor langganan.
Titipan anggaran ini biasanya disisipkan dalam program-program desa yang tampak legal, tapi sejak awal telah didesain bukan berdasarkan kebutuhan masyarakat, melainkan demi bagi-bagi keuntungan. Proyek pengadaan atau pembangunan kerap diarahkan kepada rekanan tertentu dengan imbal balik yang tidak pernah tercantum di atas kertas. Walhasil, dana desa yang semestinya menjadi instrumen pembangunan berbasis kebutuhan lokal justru menjadi ajang kompromi politik dan ekonomi.
Lebih memprihatinkan, tidak sedikit perangkat desa yang merasa tertekan atau terpaksa ikut mengakomodasi titipan tersebut demi menjaga relasi atau demi rasa takut akan “masalah” administratif di kemudian hari. Dalam kondisi seperti ini, sistem non-tunai hanya menjadi alat pencatatan, bukan pencegah penyimpangan. Transparansi di permukaan, tapi penuh permainan di balik layar.
Penting untuk dipahami bahwa digitalisasi anggaran bukan solusi tunggal. Ia hanya akan efektif jika dibarengi dengan transparansi perencanaan, pelibatan masyarakat dalam musyawarah desa yang sungguh-sungguh, serta mekanisme pengawasan yang tidak mudah diintervensi. Partisipasi warga desa dalam proses penganggaran dan pelaporan hasil kegiatan adalah benteng utama terhadap praktik titipan anggaran siluman.
Sudah saatnya sistem non-tunai di desa tidak hanya jadi simbol modernisasi, tapi benar-benar menjadi bagian dari gerakan membangun desa yang bersih, jujur, dan berpihak pada kepentingan warga, bukan segelintir elite.(*****)